Membangun Keluarga Indonesia Sejahtera Finansial
Asma masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup serius di Indonesia. Penyakit ini tidak mengenal usia—dapat menyerang anak-anak hingga orang dewasa—dan sering kali mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia masih tinggi, sementara kesadaran masyarakat untuk mengenali gejala dan mengendalikan pencetusnya belum merata. Padahal, dengan penanganan yang tepat dan gaya hidup sehat, penderita asma tetap bisa hidup aktif dan produktif.
Pengertian Asma
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.
Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa hal yang kerap memicunya, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.
Bagi seseorang yang memiliki penyakit asma, saluran pernapasannya lebih sensitif dibandingkan orang lain yang tidak hidup dengan kondisi ini. Ketika paru-paru teriritasi pemicu di atas, maka otot-otot saluran pernapasan penderita asma akan menjadi kaku dan membuat saluran tersebut menyempit. Selain itu, akan terjadi peningkatan produksi dahak yang menjadikan napas terasa berat.
Penderita asma di Indonesia
Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari total jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat penderita asma terbanyak sebanyak 7.8 persen dari total penduduk di daerah tersebut.
Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal kematian akibat asma.
Diagnosis asma
Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, maka dokter perlu melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya akan mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai gejala apa saja yang dirasakan, waktu kemunculan gejala tersebut, dan riwayat kesehatan pasien serta keluarganya.
Jika seluruh keterangan yang diberikan pada pasien mengarah pada penyakit asma, maka selanjutnya dokter bisa melakukan tes untuk memperkuat diagnosis, misalnya:
Jika seseorang terdiagnosis mengidap asma saat kanak-kanak, gejalanya mungkin bisa menghilang ketika dia remaja dan muncul kembali saat usianya lebih dewasa. Namun gejala asma yang tergolong menengah atau berat di masa kanak-kanak, akan cenderung tetap ada walau bisa juga muncul kembali. Kendati begitu, asma bisa muncul di usia berapa pun dan tidak selalu berawal dari masa kanak-kanak.
Pengobatan asma
Ada dua tujuan dalam pengobatan penyakit asma, yaitu meredakan gejala dan mencegah gejala kambuh. Untuk mendukung tujuan tersebut, diperlukan rencana pengobatan dari dokter yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana pengobatan meliputi cara mengenali dan menangani gejala yang memburuk, serta obat-obatan apa yang harus digunakan.
Penting bagi pasien untuk mengenali hal-hal yang dapat memicu asma mereka agar dapat menghindarinya. Jika gejala asma muncul, obat yang umum direkomendasikan adalah inhaler pereda.
Bilamana terjadi serangan asma dengan gejala yang terus memburuk (secara perlahan-lahan atau cepat) meskipun sudah ditangani dengan inhaler atau obat-obatan lainnya, maka penderita harus segera mendapatkan penanganan di rumah sakit. Meski jarang terjadi, serangan asma bisa saja membahayakan nyawa. Bagi penderita asma kronis, peradangan pada saluran napas yang sudah berlangsung lama dan berulang-ulang bisa menyebabkan penyempitan permanen.
Serangan asma di rumah sakit bisa menyebabkan pasien mengalami gagal napas dan perlu mendapatkan pertolongan secepat mungkin (code blue asthma).
Komplikasi asma
Berikut ini adalah dampak akibat penyakit asma yang bisa saja terjadi:
Mengendalikan penyakit asma
Jika Anda kebetulan mengidap asma atau hidup dengan asma sejak lama, jangan cemas dengan kondisi ini karena asma merupakan penyakit yang masih dapat dikendalikan asalkan Anda:
Jika penggunaan inhaler pereda asma reaksi cepat makin meningkat, segera konsultasikan kepada dokter agar rencana penanganan asma Anda disesuaikan kembali. Selain itu, disarankan untuk melakukan vaksinasi influenza dan pneumonia secara teratur untuk mencegah memburuknya penyakit asma yang disebabkan kedua penyakit tersebut.
Gejala Asma
Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat penderita megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi (suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit). Apabila gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi sulit tidur.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler semakin sering. Selain itu, memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma. Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari waktu tersebut.
Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan, tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi:
Jangan abaikan jika Anda atau keluarga Anda mengalami tanda-tanda serangan asma di atas. Segera temui dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Penyebab Asma
Penyebab asma secara pasti masih belum diketahui. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang dapat memicu kemunculan gejala penyakit ini, di antaranya:
Sangat penting untuk mengetahui apa yang kerap memicu munculnya gejala apabila Anda adalah seorang penderita asma. Setelah mengetahuinya, hindari hal-hal tersebut karena itu merupakan cara terbaik bagi Anda untuk mencegah terjadinya serangan asma.
Faktor-faktor risiko asma
Saluran pernapasan orang yang memiliki asma lebih sensitif dan mudah mengalami inflamasi dibandingkan dengan orang-orang normal ketika teriritasi oleh pemicu-pemicu yang telah disebutkan di atas.
Saat gejala asma muncul, saluran pernapasan akan menyempit dan otot-otot di sekitar saluran tersebut mengencang. Selain itu, ada peningkatan peradangan pada lapisan saluran pernapasan dan produksi dahak yang makin menambah penyempitan pada saluran pernapasan.
Dengan menyempitnya bagian-bagian dari saluran pernapasan, maka udara akan lebih sulit mengalir dan penderita menjadi makin sulit bernapas.
Menurut penelitian, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit asma, di antaranya:
Diagnosis Asma
Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, dokter perlu melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya akan mengajukan pertanyaan seputar gejala yang dirasakan, misalnya apakah pasien suka mengalami sesak napas, nyeri dada, mengi, sulit bicara, dan kondisi bibir atau kuku berubah warna menjadi kebiruan.
Jika jawabannya positif, maka selanjutnya dokter akan bertanya mengenai waktu kemunculan gejala tersebut. Misalnya apakah ketika malam hari atau dini hari, ketika berolahraga, ketika merokok, ketika berada di dekat binatang berbulu, ketika tertawa, ketika merasa stres, atau tidak bisa diprediksi. Selain itu, dokter juga perlu menanyakan apakah pasien memiliki keluarga yang memiliki riwayat penyakit asma atau alergi.
Jika seluruh keterangan yang diberikan oleh pasien mengarah pada penyakit asma, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Tes laboratorium bisa dilakukan untuk memperkuat bukti.
Tes yang paling sering dilakukan adalah spirometri. Di dalam tes ini, pasien akan diminta dokter untuk menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secepat mungkin ke sebuah alat yang dinamakan spirometer. Tujuan tes ini adalah untuk mengukur kinerja paru-paru dengan berpatokan kepada volume udara yang dapat pasien embuskan dalam satu detik dan jumlah total udara yang diembuskan.
Adanya hambatan pada saluran pernapasan yang mengarah kepada asma dapat diketahui oleh dokter setelah membandingkan data yang didapat dengan ukuran yang dianggap sehat pada orang-orang seusia pasien. Selain berpatokan pada ukuran sehat, asma juga bisa dideteksi melalui spirometri dengan cara membandingkan data awal dengan data setelah pasien diberikan obat inhaler. Jika setelah diberikan inhaler hasilnya menjadi lebih bagus, maka pasien kemungkinan besar menderita asma.
Tes berikutnya yang bisa dipakai untuk mendiagnosis asma adalah tes kadar arus ekspirasi puncak. Di dalam tes yang dibantu dengan alat bernama peak flow meter (PFM) ini , kecepatan udara dari paru-paru dalam sekali napas yang bisa diembuskan oleh pasien akan diukur guna mendapatkan data tingkat arus ekspirasi puncak (PEFR). Dokter biasanya menyarankan pasien untuk membeli sebuah PFM untuk digunakan di rumah, serta membuat sebuah catatan PEFR tiap harinya. Selain itu, pasien juga akan disarankan untuk mencatat tiap gejala yang muncul agar dokter bisa mengetahui kapan asma memburuk.
Jika pasien merasa bahwa gejala gangguan pernapasan kerap pulih ketika sedang tidak bekerja, kemungkinan pasien mengidap asma yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kemungkinan di tempat pasien bekerja terdapat zat-zat yang memicu kambuhnya gejala asma. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang berprofesi sebagai perawat, pegawai pabrik pengolahan bahan kimia, staf laboratorium, tukang cat, tukang las, pekerja pengolahan kayu, pengurus hewan, dan pekerja pengolahan makanan. Untuk mendukung diagnosis, biasanya dokter akan meminta pasien melakukan tes aliran ekspirasi puncak (PEFR) dengan menggunakan peak flow meter (PFM), baik di tempat bekerja maupun di luar lingkungan kerja. Dari data yang didapat, dokter bisa memperkirakan apakah pasien mengidap asma akibat pekerjaan.
Jika Anda terdiagnosis mengidap asma akibat paparan zat di lingkungan pekerjaan, informasikan hasil diagnosis tersebut kepada perusahaan tempat Anda bekerja, terutama pada bagian layanan kesehatan kerja. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menjamin kesehatan karyawan.
Contohnya, apabila asma Anda dipicu kandungan zat yang ada pada bahan baku produksi, maka minta perusahaan untuk memberi Anda perlengkapan yang dapat melindungi diri dari paparan zat tersebut atau memindahkan Anda ke divisi lain yang tidak melibatkan pengolahan secara langsung. Hal ini bisa coba Anda ajukan apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk mengganti bahan-bahan produksi tersebut dengan bahan-bahan yang lebih aman.
Jika dalam waktu setahun Anda tetap sering terkena asma ketika berada di tempat kerja, maka pertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru.
Tes lainnya
Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi puncak, beberapa tes lainnya mungkin dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan asma atau membantu mendeteksi penyakit-penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut adalah:
Pengobatan Asma
Tujuan pengobatan asma adalah mengendalikan gejala dan mencegah timbulnya kembali serangan. Bagi sebagian besar penderita asma, obat-obatan dan metode pengobatan yang ada saat ini sudah terbukti efektif dalam menjaga agar gejala asma tetap terkontrol.
Untuk mendapatkan hasil yang efektif, dokter perlu menyesuaikan pengobatan dengan gejala-gejala asma yang muncul. Selain itu, pasien juga harus menjalani pemeriksaan secara rutin (minimal sekali dalam setahun) untuk memastikan pengobatannya cocok dan penyakit asma telah berada dalam kendali. Terkadang pasien membutuhkan tingkat pengobatan yang lebih tinggi pada jangka waktu tertentu.
Rencana penanganan asma
Informasi mengenai obat-obatan harus disertakan di dalam rencana penanganan asma. Rencana penanganan ini juga bisa membantu Anda mengetahui kapan gejala bisa memburuk dan langkah apa yang harus diambil. Setidaknya sekali dalam setahun, rencana penanganan asma tersebut harus Anda tinjau ulang bersama dokter. Bahkan peninjauan secara lebih berkala perlu dilakukan jika gejala asma telah mencapai tingkat parah.
Anda mungkin akan disarankan untuk membeli peak flow meter (PFM) atau alat pengukur aliran ekspirasi puncak sebagai bagian dari pengobatan. Dengan cara ini Anda dapat memonitor asma Anda sendiri sehingga dapat mengetahui serangan asma lebih dini dan mengambil langkah penanganan yang perlu.
Obat-obatan asma yang disarankan
Biasanya obat-obatan asma diberikan melalui alat yang disebut inhaler (obat hirup untuk asma). Alat ini dapat mengirimkan obat ke dalam saluran pernapasan secara langsung dengan cara dihirup melalui mulut. Menggunakan obat asma dengan cara dihirup dinilai efektif karena obat tersebut langsung menuju paru-paru. Kendati begitu, tiap inhaler bekerja dengan cara yang berbeda. Biasanya dokter akan mengajari Anda cara menggunakan inhaler dan melakukan pemeriksaan setidaknya sekali dalam setahun.
Selain inhaler, ada juga yang disebut sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari logam atau plastik yang dilengkapi dengan corong isap di satu ujungnya dan lubang di ujung lainnya untuk dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat akan masuk ke dalam spacer dan dihirup melalui corong spacer itu sendiri. Spacer juga dapat mengurangi risiko sariawan di mulut atau tenggorokan akibat efek samping dari obat-obatan asma yang dihirup.
Spacer mampu meningkatkan jumlah obat-obatan yang mencapai paru-paru dan mengurangi efek sampingnya. Beberapa orang bahkan merasa lebih mudah memakai spacer ketimbang inhaler saja. Pada kenyataannya karena dapat meningkatkan distribusi obat ke dalam paru-paru, penggunaan spacer sering disarankan.
Sebagai bagian dari penanganan asma yang baik, penting bagi Anda untuk memastikan bahwa dokter atau apoteker mengajari cara menggunakan inhaler dengan benar.
Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma, yaitu:
Jika asma tidak kunjung mereda oleh pengobatan di atas, dokter bisa meningkatkan dosis inhaler pencegah. Jika langkah ini tidak juga dapat mengendalikan gejala asma, biasanya dokter akan memberikan Anda tambahan obat yang disebut long-acting reliever atau obat pereda asma reaksi lambat (long-acting bronchodilator/long-acting beta2-agonist atau LABA). Khasiatnya sama dengan obat pereda reaksi cepat, hanya saja kinerjanya butuh waktu yang lebih lama dan efeknya bisa bertahan hingga 12 jam. Contoh inhaler pereda reaksi lambat adalah salmeterol dan formoterol.
Dikarenakan LABA juga tidak meredakan peradangan pada saluran napas penderita asma, obat ini dapat memperparah asma sembari menyembunyikan gejalanya. Hal ini meningkatkan kemungkinan serangan asma parah yang mungkin membahayakan jiwa penderita. Oleh karena itu selalu gunakan inhaler kombinasi atau inhaler yang dikombinasikan dengan steroid inhalasi dan bronkodilator jangka panjang dalam satu perangkat.
Efek samping inhaler pereda dan pencegah
Selama penggunaannya tidak melebihi dosis, inhaler pereda merupakan pengobatan yang aman yang tidak memiliki banyak efek samping. Efek samping yang mungkin muncul dalam penggunaan dosis tinggi di antaranya adalah sakit kepala, kram otot, dan sedikit gemetar (tremor) pada tangan. Efek samping tersebut biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit.
Sama seperti inhaler pereda, penanganan asma dengan inhaler pereda juga terbukti sangat aman pada dosis reguler. Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi dan dalam penggunaan jangka panjang. Efek samping tersebut adalah infeksi jamur di dalam mulut atau tenggorokan yang disebut juga sebagai kandidiasis oral. Efek samping lainnya adalah suara Anda menjadi serak. Namun efek samping ini bisa dicegah jika Anda menggunakan spacer. Selain itu, dianjurkan untuk berkumur dengan air bersih setelah menggunakan inhaler pencegah.
Untuk penggunaan inhaler pereda reaksi lambat, efek samping yang mungkin muncul adalah sakit kepala, kram otot, dan sedikit gemetar pada tangan. Dokter biasanya akan menjelaskan kepada Anda mengenai manfaat dan risiko dari pengobatan tersebut. Biasanya kondisi Anda akan dipantau diawal pengobatan dan ditinjau ulang secara rutin. Jika penggunaan inhaler pereda reaksi lambat tidak kunjung meredakan asma Anda, hentikan secepatnya.
Langkah penanggulangan serangan asma dengan inhaler
Jika tiba-tiba gejala asma Anda kambuh, lakukan tiga hal utama berikut. Yang pertama adalah segera keluarkan inhaler jenis pereda dan isap sebanyak 1 atau 2 kali. Setelah itu, lakukan langkah kedua dengan cara duduk tenang dan cobalah bernapas secara stabil. Apabila gejala asma masih belum mereda, maka lakukan langkah ketiga dengan cara mengisap inhaler Anda kembali sebanyak 2 kali (atau hingga 10 kali jika diperlukan) tiap dua menit sekali.
Apabila seluruh langkah tersebut tetap tidak meredakan gejala asma dan Anda khawatir kondisi bisa menjadi lebih buruk, maka segera telepon ambulans atau minta orang-orang di sekeliling Anda untuk membawa Anda ke rumah sakit. Sebelum Anda benar-benar mendapatkan penanganan rumah sakit, ulangi terus langkah ketiga.
Obat-obatan asma lainnya
Selain dengan inhaler, penanganan asma juga bisa dilakukan dengan obat-obatan seperti:
Metode pengobatan yang sifatnya pelengkap
Latihan pernapasan merupakan metode pelengkap pengobatan penyakit asma yang paling disarankan. Dan ada bukti bahwa metode ini dapat mengurangi gejala asma serta kebutuhan obat-obatan pereda pada sebagian orang. Latihan pernapasan bisa meliputi yoga, teknik pernapasan Buteyko, dan teknik pernapasan yang diajarkan fisioterapis.
Selain latihan pernapasan, metode pengobatan pelengkap lainnya adalah:
Walau demikian, di antara semua pengobatan pelengkap yang telah disebutkan, hanya latihan pernapasan yang terbukti efektif mengurangi gejala dan kebutuhan penderita akan obat asma. Untuk terapi pelengkap lainnya, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut akan efeknya terhadap penyakit asma.
Sumber : www.alodokter.com
Makanya, kita harus lebih bijak mengatur keuangan biar nggak tekor. Tapi bagaimana caranya? Cuma nabung aja ternyata nggak cukup, lho! Ada beberapa hal yang perlu kamu lakuin biar keuanganmu lebih stabil.
Sebelum beli sesuatu, coba cek dulu, kamu udah punya barang serupa belum? Misalnya tas atau sepatu, kalau masih bagus dan layak pakai, kenapa harus beli lagi? Kalau cuma rusak sedikit, mungkin cukup diperbaiki aja. Jadi, nggak perlu keluar duit buat sesuatu yang sebenernya belum perlu.
Pernah nggak sih, tiba-tiba pengin belanja cuma karena lagi bosan? Hati-hati, ini jebakan! Jangan sampai beli sesuatu cuma karena impulsif. Sebelum checkout atau bayar di kasir, tanya dulu ke diri sendiri, "Emang beneran butuh atau cuma pengin aja?"
Kalau mau belanja, coba bawa uang tunai secukupnya. Misalnya, kamu sudah bikin daftar belanja, ya bawa uang sesuai perkiraan aja. Kalau bawa duit kebanyakan, bisa-bisa tergoda beli ini-itu yang sebenernya nggak penting.
Belanja bukan cuma soal barang, lho! Jajan makanan yang nggak perlu juga bisa bikin kantong jebol kalau keseringan. Jadi, tetap fokus ke kebutuhan utama, jangan gampang tergoda beli sesuatu yang nggak masuk dalam rencana keuanganmu.
Selain itu, jangan lupa mikirin kebutuhan jangka panjang, terutama yang berkaitan sama kesehatan dan masa depan. Soalnya, hidup nggak cuma buat hari ini aja, kan?
Jadi, yuk mulai lebih bijak dalam mengelola keuangan! Biar nggak nyesel di kemudian hari. 💰✨
Banyak orang berpikir bahwa memiliki BPJS dan asuransi kesehatan dari perusahaan sudah cukup untuk melindungi diri dari risiko kesehatan. Namun, apakah benar tidak perlu lagi asuransi tambahan?
Bagaimana sebenarnya langkah terbaik agar potensi resiko biaya kesehatan dimasa depan tetap dapat diatasi?
Mari kita bahas lebih dalam...
BPJS Kesehatan: Sudah Cukup atau Masih Kurang?
BPJS Kesehatan adalah program wajib dari pemerintah yang memberikan cakupan kesehatan dasar buat semua orang. Tapi, ada beberapa hal yang perlu kamu tahu:
Kalau kamu bukan tipe yang mau ribet dan tidak masalah dengan keterbatasan ini, BPJS mungkin sudah cukup. Tapi, kalau kamu pengin akses lebih cepat dan nyaman, maka kamu perlu pertimbangkan punya asuransi tambahan.
Asuransi Kesehatan dari Perusahaan itu Aman, Tapi…
Banyak perusahaan sekarang menawarkan asuransi kesehatan sebagai benefit buat karyawannya. Biasanya, asuransi ini lebih oke dibanding BPJS karena:
Tapi, ingat! Asuransi ini cuma berlaku selama kamu masih kerja di perusahaan tersebut. Kalau kamu resign atau pensiun, ya udah, perlindungannya hilang. Jadi, jangan terlalu bergantung sama ini, ya!
Kenapa Mungkin Butuh Asuransi Tambahan?
Nah, ini dia beberapa alasan kenapa asuransi tambahan bisa jadi pilihan buat kamu:
Tapi, Jangan Lupa Cek Kantong!
Asuransi tambahan memang menawarkan banyak benefit, tapi jangan lupa, ada biaya preminya juga. Sebelum memutuskan, pastikan:
Kalau kamu merasa BPJS dan asuransi perusahaan sudah cukup, nggak masalah! Kamu bisa alokasikan dana buat tabungan darurat kesehatan sebagai cadangan.
Alternatif Lain: Sesuaikan dengan Kebutuhan
Tidak mau ribet dengan asuransi tambahan? Tenang, ada beberapa alternatif lain:
Kesimpulan: Pilih yang Paling Sesuai dengan Kebutuhanmu!
Jadi, masih perlu nggak sih asuransi tambahan? Jawabannya: It depends!
Pastinya kalo kamu ingin punya perlindungan kesehatan yang lebih fleksibel dan sesuai dengan gaya hidup modern, punya asuransi kesehatan tambahan bisa menjadi investasi yang bijak. Dengan begitu, kamu tidak hanya mengandalkan BPJS dan asuransi perusahaan, tetapi juga punya perlindungan ekstra untuk menghadapi kemungkinan risiko kesehatan di masa depan.
Gimana nih.. Udah ada gambaran kan? Kalau masih ada pertanyaan atau pengin diskusi lebih lanjut, boleh kontak saya di sini yaa.. : http://linktr.ee/bettydeanira
Stay healthy! 💪✨
Copyright © Betty Deanira . All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com